Minggu, 26 April 2015

Etika Perawat


Etika Keperawatan
Dalam lietratur keperawatan dikatakan bahwa etika dimunculkan sebagai moralitas, pengakuan kewenangan, kepatuhan dan peraturan, etika sosial, loyal pada rekan kerja, serta bertanggung jawab dan mempunyai sifat kemanusiaan. Untuk menjadi seorang profesional yang mampu berpartisipasi secara aktif dalam dimensi etik praktik keperawatan, perawat harus secara terus-menerus mengembangkan suatu perasaan yang kuat tentang identitas moral mereka, mencari dukungan dari sumber profesional yang ada, serta mengembangkan kemampuan dalam bidang etik.
Etika keperawatan sebagai tuntutan bagi profesi perawat bersumber dari pernyataan Florence Nightingale dalam ikrarnya (Nightingale Pledge), yang berbunyi sebagai berikut.
  • “Saya sungguh-sungguh berjanji pada Tuhan dan demi keberadaan majelis ini, untuk menjalani hidup saya dalam kesucian dan melaksanakan profesi saya dengan setia”
  • “Saya akan pantang melakukan apapun yang merugikan atau mencelakakan, dan tidak akan mengambil atau dengan sengaja memberikan obat yang berbahaya”
  • “Dengan segala upaya, saya akan mengangkat standar profesi saya dan akan menjaga kepercayaan semua hal yang bersifat pribadi, yang diberikan untuk saya jaga, dan semua affair keluarga yang saya ketahui dalam praktik panggilan saya”
Selanjutnya pernyataan tersebut dianggap sebagai ikrar profesi keperawatan pada masyarakat. Perawat mengemban identitas profesional dengan berikrar untuk mengerti, menerjemahkan dan memperluas pohon pengetahuan, mengkritik dan mengatur diri dengan disiplin yang sama, serta membudayakan sikap dan tingkah laku terpuji-yang kemudian dijadikan sebagai acuan.

Teori etika mencakup bentuk pengetahuan yang kompleks, secara umum ada dua teori penting yang harus dipahami tentang etika, yaitu Utilitarianism dan Deontologi.

1. Teori Utilitarianism
Sumijatun (2009), utilitarianism merupakan salah satu teori spesifik dari teleologi yang lebih mencerminkan pada pengambilan keputusan yang terbaik dari sejumlah pilihan atau tindakan yang dianggap oleh sebagian besar orang baik. Selain itu juga dilihat ketepatan dan kuatnya alasan mengapa pilihan atau tindakan tersebut dilakukan. Sedangkan Teleologi sendiri pada umumnya lebih banyak melihat pada konsekuensi kegiatan yang dapat dinyatakan benar dan salah. Dalam Huda M., 2008, dikatakan bahwa etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan itu, atau berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkannya baik dan berguna. Oleh karena itu etika teleologi juga diidentikkan dengan teori utillitarian, yakni baik buruknya sesuatu berdasarkan sifat berguna atau tidaknya.

Utulitarianism adalah posisi orientasi komunitas yang berfokus pada konsekuensi dan lebih mempunyai hal-hal yang baik dalam jumlah besar dan mendatangkan kebahagiaan untuk banyak orang serta mempunyai konsekuensi kerugian yang sedikit atau minimal. Kesenangan seseorang sangat diperhatikan, mempertimbangkan tindakan yang alami, dan dihubungkan dengan prinsip-prinsip tanpa memikirkan posisi seseorang atau konsekuensi dari suatu tindakan.

2. Teori Deontologi
Deon berasal dari kata Yunani yang artinya adalah kewajiban yang akan dilakukan, tidak mengukur  baik buruknya suatu perbuatan/tindakan berdasarkan hasil/dampaknya, melainkan berdasarkan maksud pelaku dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Pendekatan deontologi berfokus pada kegiatan atau ukuran moral, pengambilan keputusan dengan pendekatan deontologi akan selalu menjaga pada ukuran itu sendiri. Keputusan diambil dengan mempertimbangkan keadaan pada saat itu dan dibandingkan dengan dampaknya apabila keputusan tesebut diambil.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;