Minggu, 20 Januari 2013

Alasan kenapa Anime jarang di Indonesia


inilah beberapa alasan kenapa anime tidak ditayangkan lagi di tv

Banyak teman2 pecinta anime yang mengeluh kenapa minggu pagi tayangan anime dan kartun anak2 makin lama makin sedikit. Tidak seperti dulu waktu kita masih kecil menghabiskan hari minggu tersebut dengan bersantai sambil nonton anime di TV yang tayang full sampe siang. Tapi sekarang, semua berubah sejak Negara api menyerang. Acara televise minggu pagi berubah jadi acara konser music anak layangan, sinetron dan gossip.

Ngomongin anime, atau bisa disebut juga kartun (karna anime sendiri dalam bahasa jepang berarti film animasi/kartun. Namun anime identik dengan animasi jepang, sedangkan kartun untuk animasi pada umumnya) pasti kaliam juga menyadari kalau anime jaman sekarang udah jarang banget tayang di televise. Kalaupun ada, hanya hari minggu dan itu pun Cuma sedikit dan di ulang-ulang. Padahal dulu bisa tayang dari hari senin – jumat pada jam2 tertentu di banyak stasiun TV. Plus jam tayang penuh dari pagi sampai siang pada hari minggu.

Tahukah kamu alas an kenapa anime sudah jarang tayang di televise swasta Indonesia?

Berikut adalah beberapa pendapat yang bisa saya simpulkan mengenai pertanyaan di atas:

1. Sedikit anime yang lulus sensor
 

Sepertinya yang menjadi halangan TV tersebut menayangkan adalah masalah hak siar di Indonesia yang katanya “susah”. Anime One Piece yang terakhir kali di siarkan di GlobalTV katanya tidak diteruskan karena masalah hak siar dari badan sensor Indonesia. Menurut info yang saya dapat alasannya adalah karena dalam Anime tersebut banyak adegan kekerasan dan gambar yang tidak cocok untuk anak-anak. Mari saya tanggapi, sejujurnya anime tersebut ditujukan bukan untuk anak-anak, tetapi untuk remaja 15 tahun keatas. Hanya masalah cara pandang orang Indonesia saja yang salah. Kebanyakan orang menganggap bahwa semua yang berbau animasi adalah tayangan “anak”. Padahal kita tahu ada yang namanya “Hentai” yang khusus dibuat untuk dewasa, bayangkan jika “Hentai” yang isinya adalah Animasi Dewasa di tayangkan untuk anak.

Terus dengan adegan kekerasan, sejujurnya saya berpendapat bahwa kualitas serial di Indonesia sendiri tidak jauh lebih baik dari anime bahkan lebih buruk. Saya tidak akan menyebutkan nama, tetapi setiap sore saya selalu melihat ada sebuah sinetron remaja yang membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan otak. Yang ditayangkan kebanyakan adalah obrolan-obrolan sampah yang tidak berkualitas.
Sekarang saya akan membandingkan kedua alasan tersebut dengan Anime, masih ada anime yang benar-benar untuk anak, tetapi kebanyakan pastinya tidak akan disukai oleh remaja contohnya adalah Doraemon. Jauh lebih banyak hal positif yang bisa kita ambil di banding serial Indonesia, seperti: jujur, suka menolong, dan yang lebih menonjol adalah tidak pernah putus asa/pantang menyerah. Lihat saja contoh karakternya di anime-anime yang sudah tayang di Indonesia seperti Naruto, Luffy, dll.
 
Jika kita perhatikan, plot dari serial anime kebanyakan seperti ini:
“Tokoh utama muncul dengan memiliki kemampuan khusus yang tidak disadarinya, memiliki teman dekat yang loyal. Memiliki seorang penggemar yang mencintai tokoh utama. Tokoh utama memiliki cita-cita untuk menjadi “orang yang hebat”. Muncul musuh, kemudian tokoh utama bertarung dengan musuh dan kalah. Dia berlatih untuk menjadi lebih kuat dengan semangat “tidak pantang menyerah” untuk mengalahkan musuh tadi. Tokoh utama menjadi lebih kuat dan akhirnya bisa meraih cita-citanya.
Tidak percaya dengan plot tersebut? bandingakan dengan anime yang terkenal yang pernah tayang di Indonesia seperti Capten Tsubasa, Naruto, Slam Dunk, Shoot, dll. Meskipun plotnya “sama” tetapi cara membungkusnya menarik sehingga tampak tidak membosankan. Justru semangat “tidak pantang menyerah” yang harus kita adopsi ke serial “made in Indonesia”.

Dari sekian banyak anime yang di produksi di jepang, hanya tersisa sedikit yang lulus sensor di Indonesia. Kebanyakan anime yang tayang di Indonesia adalah anime ber-Genre Petualangan, kehidupan sehari-hari dan anime untuk usia anak2. Akan sangat sulit ditemui bahkan hampir tidak ada anime untuk remaja ke atas dan dewasa yang tayang di Indonesia. Itulah sebabnya kenapa kamu tidak bisa menemukan anime yang berbumbu ecchi (nakal), adegan kekerasan serta kata2 kasar disini. Bahkan lucunya, lembaga sensor Indonesia terkesan lebay. Pernah saya menonton Doraemon, saat itu ada adegan seorang nenek memegang pisau. Dan ternyata pisau yang dipegang juga di sensor. Apakah pisau yang hanya dipegang tersebut mengandung arti kekerasan? Ayolah~ =_=

Oleh karena itu, hanya anime untuk usia 17 tahun kebawah yang ditanyangkan di Indonesia. Yang dimaksdud untuk usia 17 tahun bukan hanya anime yang mengandung adegan vulgar saja (dasar otak mesum :P) melainkan yang mengandung unsure kekerasan, perkataan kasar, humor dewasa dan lainnya. Pemilihan penayangan anime untuk usia anak2 inilah yang membuat seseorang kangen dengan masa kecilnya saat menonton anime. Eww....

2. Biaya lisensi atau ijin penayangan anime yang mahal
Produksi anime sendiri tidak murah. Menurut thread yang say abaca di Japanesia, sebuah episode anime berdurasi 30 menit pada tahun 2010 menghabiskan biaya 11.000.000 yen ($145,214/ sekitar Rp. 1,2 Milyar). Itu hanya satu episode loh, kalau 1 season (13 episod) tinggal kalikan saja 1,2 Milyar dengan 13 = sekitar Rp. 15,6 Milyar. Salah satu alas an kenapa mahal adalah karna anime dibuat dari gambar tradisional/ tangan/ manual (Original work) yang kemudian di animasikan. Berbeda dengan animasi 3D ala Hollywood yang design nya menggunakan computer (CMIIW). Nah, sekarang udah tau betapa mahalnya biaya produksi anime. Dari situ bisa disimpulkan berapa kalo biaya lisensi atau ijin tayangnya juga mahal. Tidak langsung saja menayangkan, namun harus membeli ijinnya terlebih dahulu. Oleh karna itu mereka pihak TV hanya membeli lisensi anime yang terkenal, lulus sensor dan sekiranya laku atau banyak digemari di Indonesia. Seperti misalnya Dragonball, Doraemon, Naruto dan anime yang lisensi nya terjangkau. Misal anime lawas atau anime yang udah ketinggalan jaman yang harganya sudah turun di pasaran. Ya, mereka hanya menayangkan anime yang terkenal dan yang lisensinya murah untuk memastikan mereka juga mendapat keuntungan.

3. Bergantinya tren dari Otaku (Japanese geek) menjadi K-Pop (Korean wave)
Dulu, hal yang berbau jejepangan itu dianggap keren oleh remaja Indonesia. Mudah menemukan penggemar hal yang berbau jepang mulai dari yang menggeluti hobi game, anime, manga, cosplay dan lain sebagainya. Sedangkan sekarang, mereka hanya eksis dalam satu komunitas dan event tertentu saja. Saat ini lebih banyak menemukan mereka yang menggemari hal berbau Korea. Demam Korea dan music K-Pop saat ini sangat marak. Beruntunglah saya anti mainstream jadi ga ikutan kebawa arus tersebut. Sekarang ngomongin hal berbau Korea dianggap keren. Coba kalian ngomongin anime, pasti dibilang kaya anak kecil, aneh atau ga nyambung, kecuali ke orang yang mempunyai hobi yang sama. Padahal anime atau drama Korea itu sama2 bercerita mengenai kehidupan sehari-hari, hanya saja disajikan dalam visual yang berbeda. Tergantung selera, kita menyukai anime atau drama korea sebenarnya sama saja karna memang selera tidak bisa dipaksakan. Bisa saja menyukai keduanya. Namun di masyarakat kita, mayoritas dianggap lebih benar meskipun sebenarnya tidak selalu benar. Jika lebih banyak orang menyukai A, maka orang lain (minoritas) yang menyukai B dianggap seleranya jelek. Itulah hokum mainstream disini. Menyebalkan bukan?Heu
Lalu apa hubungan nya Korean Wave dengan penayangan anime di televise? Nah hali ini berkaitan dengan alasan selanjutnya.

4. Perusahaan Televisi adalah profit oriented
Tujuan utama mereka adalah mencari keuntungan. Tentu saja mereka hanya menayangkan acara yang sekiranya menguntungkan mereka. Mereka bisa melihat pasar di Indonesia yang strategis untuk tayangan drama Korea, acara gossip, dan lainnya yang sekiranya menguntungkan mereka. Mereka melihat hal berbau jepang seperti anime sudah mulai reda dan sedikit peminatnya. Jadi untuk apa mereka menayangkan anime yang katanya sudah sedikit peminatnya? Jangan heran kalau saat ini lebih mudah menemukan drama Korea daripada anime. Kembali ke alasan no. 2 kenapa mereka mampu membeli lisensi drama Korea yang terkenal dan mahal daripada membeli lisensi anime? Sebaiknya kita berkaca pada diri sendiri karna kitalah konsumen (pasar) mereka hanya menayangkan apa yang lebih diinginkan mayoritas konsumen. Coba lihat disekitar kita mulai dari anak kecil sampe tante2, semua menyukai K-Pop dan drama Korea. Bahkan diinternet apalagi, mudah menemukannya, username akun jejaring social yang yang menggunakan huruf Korea juga bahasa yang digunakan…
 
Jaman memang sudah berubah, semua punya waktunya masing2. Sama dengan jaman film India dan Telenovela yang sudah kandas, saya pikir ada saatnya musim Korea ini akan berganti jaman lain. Apalagi selanjutnya? (Tapi mudah2an anime bisa dapat kejayaannya lagi di Indonesia :) )

1 komentar:

JoshuaO mengatakan...

Jadi mau dibawa kemana ini hobby anime? T.T

Posting Komentar

 
;